Wednesday, August 21, 2024

Ada Banyak Hal yang Terjadi

   Waktu tak terasa berjalan begitu cepat, banyak hal yang tak pernah dibayangkan sebelumnya terjadi begitu saja. Namun, Tuhan, hingga detik ini pun pedih yang pernah dilalui tetap menghantui hari-hari yang ada.


Masih seperti yang lalu, kapan semua ini akan berakhir?

Wednesday, June 17, 2020

Selamat beranjak dewasa,
Selamat kepala satu yang terakhir,

Terima kasih sudah bertahan sejauh ini.

Monday, June 1, 2020

Malam yang Merayu

     Denting jarum arloji berdetak perlahan, menunjuk angka dua belas. Rembulan bercahaya menyelimuti heningnya gelita. Sayup-sayup kudengar lirihannya. Rupanya ia terjaga di kala lelap malam. Lantas isak makin menyeruak dalam telinga. Jiwanya yang terbelenggu perlahan direnggut waktu. Hingga perih tak lagi bersuara. Belulang letih ia biarkan, gemuruh luka ia redamkan. Menambal tiris langit dengan senyuman.

     Lantas Tuhan dan semesta tersenyum mendengar tiap doa-doanya di suluh subuh. Oleh-Nya digantikan dengan beribu-ribu kebaikan.

Sunday, May 3, 2020

Dari Jauh


     Riuh melingkupi ruangan serbaguna ini. Raut tak dikenal berlalu lalang. Aku menoleh, menatap dalam binar sepasang bola mata itu. Sepertinya kau sama saja dengan yang lain. Tidak. Saat kita benar-benar memasuki ruangan yang sama. Atau aku yang sedang menipu diriku sendiri?

     Aku tergesa-gesa menaiki tangga. Dugaanku tak salah. Aku menghela napas. Kupelankan langkah demi langkah. Ah, ya, kebiasaan baru yang buruk yang—sialnya—tetap kulakukan hingga tahun terakhir.
       
      "Gapapa lo duduk disini aja," seraya menepuk bangku yang kosong, lalu memindahkan jaket yang tersampir disebelahnya.

        "Eh? Ba—baiklah.." lantas diam-diam aku tersenyum. Dan yang kentara adalah pipi merahku yang makin merona.

       Sesuatu yang tak pernah kurasa lagi, muncul kembali. Hal selintas yang menyenangkan. Kala kau menatap penuh makna pun tersenyum penuh arti.

    Satu bulan. Sebelum kau dan aku dipisahkan walau sekadar pembatas ruang. Sekali lagi. Kulihat kau meliuk-liuk di lapangan lantas memasukkan bola besar yang ada di tangan. 

Aku. Memandangmu. 
..dari jauh.

Saturday, May 2, 2020

Dari-Nya Aku Belajar


Benar-benar tak terasa.

Tiga tahun terakhir yang penuh dengan tamparan.

   Saat ingin menyerah. Saat merasa tak pantas untuk apa ada di sini. Saat mau tak mau harus melawati perihnya hidup. Entah dalam apa pun. Jiwa yang terus berkeliaran dan tak berkesudahan. Ya, aku mengerti. Aku paham betul. Tapi bolehkah kali ini aku egois? Aku ingin orang-orang di sekitar memahamiku. Memahami benar apa yang dirasa dan dilalui olehku.

   Hari demi hari dalam diam. Sudut bibir yang tertarik ke atas perlahan mendatar. Tanpa sadar mata pun kian membengkak. Benar. Aku memang cengeng, tetapi di hadapanku sendiri. Menampakkan diri seolah tak ada apa-apa sudah menjadi kebiasaan. Aku pembohong yang ulung, bukan?

   Lambat laun, aku tersadar. Aku tak bisa berlama-lama. Mau bagaimanapun, hidup tetap harus berjalan.

***

    "Lo hebat," ucap salah satu temanku "Dan yang paling penting dari semuanya adalah diri lo sendiri." lanjutnya.

Satu hal yang harus digarisbawahi, bahwa yang kubutuhkan hanyalah dukungan.

    Kala itu—tepatnya pukul tujuh malam—aku dan keempat temanku singgah di salah satu coffee shop. Memang tak mudah. Perlahan-lahan sampai air mataku mengalir begitu saja. Kulihat temanku yang lain ada yang larut, ikut mengucurkan air matanya. Sudah. Aku tak peduli lagi sekitar. Bahkan, di saat yang lain singgah untuk sekadar hangout bersama teman atau pacarnya. Sedang aku, melemah di hadapan teman-temanku. Tidak. Itu tidak benar. Aku hanya mengeluarkan apa-apa yang ingin aku ceritakan. Pun tak seutuhnya. Tapi setidaknya legaku bertambah.

   Lantas tak henti-hentinya kuucap syukur sekarang. Dengan semua yang telah terjadi, aku masih diberi hidup dan sehat. Mungkin, aku ditakdirkan lebih awal untuk ada dalam teguran-Nya.

     Aku. Belajar.

     Belajar menjadi wanita yang lebih kuat.
     Belajar untuk jangan pernah sekali 
     pun memaksakan kehendak.
     Belajar untuk memandang segala 
     sesuatu hal dari sudut yang lain.
     Belajar bahwa segala urusan 
     pasti ada campur tangan-Nya.

   Kadang kita terlalu sibuk merancang sedemikian indahnya cerita. Tanpa sadar bahwa Tuhan dan semesta sedang menyiapkan skenario terbaik dan rencana-rencana yang di luar kendali kita.

Ah, dan ya, aku pun tak tahu apa yang akan terjadi lima hingga sepuluh tahun kedepan.

Entahlah..


Saturday, May 25, 2019

Sedang Aku, Membisu

       Sesederhana  saat berada di sudut ruang dekat jendela, desiran angin pun rona jingga yang mulai merangkum langit, Bandung akhir-akhir ini rasanya sedang dingin. Satu cangkir coklat panas nampak mengepul, menyerbakkan bau khasnya. Aku mulai menyesapi. Ah, rasanya sedikit tenang untuk jiwa yang sedari tadi berkeliaran.

     Memang tak seberapa, namun membiarkannya luruh dalam lubang sama halnya dengan luka.

   Tak sengaja mengirim ucapan untuk selanjutnya menemukan kehangatan. Lambat laun mulai menjalar. Ingin tahu. Ingin merasa. Tanpa sadar aku terbuai. Hal kecil yang dirasa bermakna, nampak tak berarti. Benar. Hatimu jauh telah diisi. Cukup. Aku tak mau terlalu jauh lantas dengan mudah terjatuh dalam lubang yang menganga. Mencoba menyirna semua ketidaksengajaan yang terlanjur terjadi. Hei, ini tak semudah yang dipikir. Aku tak berhasil menampik rasa yang telah menjalar. Benar-benar terbuai. Ilusi indah yang memenuhi bayangan terus menari-nari.

    Seolah purnama mendengar keluh yang dirasa. Menyambung  penasaran yang begitu membuncah. Aku mulai berdamai. Mulai menerima. Mulai memberanikan. Aku telah terlalu jauh dalam lubang yang semakin sulit untuk kuraih jalan keluarnya. Selangkah lagi pada titik harapan, aku lagi-lagi terbuai. Melupakan sekitar, mementingkan ilusi yang belum jelas kebenarannya. Lantas aku terjebak dalam keadaan. Aku mengalah. Mengorbankan rasa yang telah memuncak.

"Salahkah jika membisu untuk membenarkan rasa-rasa yang tak sempat berujar?"

       Tegukan terakhir. Coklat hangat yang menenangkan. Tak terasa mentari pun tenggelam. Semoga sama tenggelamnya dengan apa-apa yang dirasa.

Friday, April 5, 2019

Empat Senar

Tak sengaja aku memainkan,
empat senar
Tak sengaja aku menemukan,
nada-nada
Tak sengaja aku melantunkan,
lagu-lagu

Lantas  ku  tulis  baris  demi  baris   lirik,
didalamnya ku taruh apa-apa tentangmu

   yang menenangkan
   yang menyamankan
   yang meninggalkan

Semisal, kamu adalah jemari halus
yang tak sempat memetik
Dan  aku,   adalah   senar   tipis
yang   haus  akan  petikan

Tak sengaja aku mengartikan,
empat senar
yang ku mainkan
karena dua hal;
jatuh hati atau luka yang menganga.

Wednesday, April 3, 2019

Lengah

Kau lihat
Rembulan tak kunjung jua
Pun tak lekas cerah di kala
Bintang-bintang bertaburan
Bak bintik perak berkilauan

Kau rasa
Ego yang tak kunjung reda
Kian bertalu mendera jiwa
Lirih menata risauan hati
Memuaikan satu sisi ilusi

Kau lengah
Membiarkan belulang letih
Tanpa bersandiwara

Friday, February 1, 2019

Satu Sudut

Di sudut ruang
Temaram lampu
Pun rintik di luar
Ia menjalar kembali
Menumbuhkan resah

Di sudut ruang
Lika liku menjadi luka
Alih alih menggembirakan
Sedulah yang menghiasi
Lantas berharap sirna

Di sudut ruang
Malam mulai menangis
Pedih mulai menggema
Terlalu mengendap rasa
Terlalu mendekap asa

Ada Banyak Hal yang Terjadi

   Waktu tak terasa berjalan begitu cepat, banyak hal yang tak pernah dibayangkan sebelumnya terjadi begitu saja. Namun, Tuhan, hingga detik...