Benar-benar tak terasa.
Tiga tahun terakhir yang penuh dengan tamparan.
Saat ingin menyerah. Saat merasa tak pantas untuk apa ada di sini. Saat mau tak mau harus melawati perihnya hidup. Entah dalam apa pun. Jiwa yang terus berkeliaran dan tak berkesudahan. Ya, aku mengerti. Aku paham betul. Tapi bolehkah kali ini aku egois? Aku ingin orang-orang di sekitar memahamiku. Memahami benar apa yang dirasa dan dilalui olehku.
Hari demi hari dalam diam. Sudut bibir yang tertarik ke atas perlahan mendatar. Tanpa sadar mata pun kian membengkak. Benar. Aku memang cengeng, tetapi di hadapanku sendiri. Menampakkan diri seolah tak ada apa-apa sudah menjadi kebiasaan. Aku pembohong yang ulung, bukan?
Hari demi hari dalam diam. Sudut bibir yang tertarik ke atas perlahan mendatar. Tanpa sadar mata pun kian membengkak. Benar. Aku memang cengeng, tetapi di hadapanku sendiri. Menampakkan diri seolah tak ada apa-apa sudah menjadi kebiasaan. Aku pembohong yang ulung, bukan?
Lambat laun, aku tersadar. Aku tak bisa berlama-lama. Mau bagaimanapun, hidup tetap harus berjalan.
"Lo hebat," ucap salah satu temanku "Dan yang paling penting dari semuanya adalah diri lo sendiri." lanjutnya.
***
"Lo hebat," ucap salah satu temanku "Dan yang paling penting dari semuanya adalah diri lo sendiri." lanjutnya.
Satu hal yang harus digarisbawahi, bahwa yang kubutuhkan hanyalah dukungan.
Kala itu—tepatnya pukul tujuh malam—aku dan keempat temanku singgah di salah satu coffee shop. Memang tak mudah. Perlahan-lahan sampai air mataku mengalir begitu saja. Kulihat temanku yang lain ada yang larut, ikut mengucurkan air matanya. Sudah. Aku tak peduli lagi sekitar. Bahkan, di saat yang lain singgah untuk sekadar hangout bersama teman atau pacarnya. Sedang aku, melemah di hadapan teman-temanku. Tidak. Itu tidak benar. Aku hanya mengeluarkan apa-apa yang ingin aku ceritakan. Pun tak seutuhnya. Tapi setidaknya legaku bertambah.
Lantas tak henti-hentinya kuucap syukur sekarang. Dengan semua yang telah terjadi, aku masih diberi hidup dan sehat. Mungkin, aku ditakdirkan lebih awal untuk ada dalam teguran-Nya.
Aku. Belajar.
Belajar menjadi wanita yang lebih kuat.
Belajar untuk jangan pernah sekali
pun memaksakan kehendak.
Belajar untuk memandang segala
sesuatu hal dari sudut yang lain.
Belajar bahwa segala urusan
pasti ada campur tangan-Nya.
Kadang kita terlalu sibuk merancang sedemikian indahnya cerita. Tanpa sadar bahwa Tuhan dan semesta sedang menyiapkan skenario terbaik dan rencana-rencana yang di luar kendali kita.
Ah, dan ya, aku pun tak tahu apa yang akan terjadi lima hingga sepuluh tahun kedepan.
Entahlah..
No comments:
Post a Comment