Sunday, May 3, 2020

Dari Jauh


     Riuh melingkupi ruangan serbaguna ini. Raut tak dikenal berlalu lalang. Aku menoleh, menatap dalam binar sepasang bola mata itu. Sepertinya kau sama saja dengan yang lain. Tidak. Saat kita benar-benar memasuki ruangan yang sama. Atau aku yang sedang menipu diriku sendiri?

     Aku tergesa-gesa menaiki tangga. Dugaanku tak salah. Aku menghela napas. Kupelankan langkah demi langkah. Ah, ya, kebiasaan baru yang buruk yang—sialnya—tetap kulakukan hingga tahun terakhir.
       
      "Gapapa lo duduk disini aja," seraya menepuk bangku yang kosong, lalu memindahkan jaket yang tersampir disebelahnya.

        "Eh? Ba—baiklah.." lantas diam-diam aku tersenyum. Dan yang kentara adalah pipi merahku yang makin merona.

       Sesuatu yang tak pernah kurasa lagi, muncul kembali. Hal selintas yang menyenangkan. Kala kau menatap penuh makna pun tersenyum penuh arti.

    Satu bulan. Sebelum kau dan aku dipisahkan walau sekadar pembatas ruang. Sekali lagi. Kulihat kau meliuk-liuk di lapangan lantas memasukkan bola besar yang ada di tangan. 

Aku. Memandangmu. 
..dari jauh.

Saturday, May 2, 2020

Dari-Nya Aku Belajar


Benar-benar tak terasa.

Tiga tahun terakhir yang penuh dengan tamparan.

   Saat ingin menyerah. Saat merasa tak pantas untuk apa ada di sini. Saat mau tak mau harus melawati perihnya hidup. Entah dalam apa pun. Jiwa yang terus berkeliaran dan tak berkesudahan. Ya, aku mengerti. Aku paham betul. Tapi bolehkah kali ini aku egois? Aku ingin orang-orang di sekitar memahamiku. Memahami benar apa yang dirasa dan dilalui olehku.

   Hari demi hari dalam diam. Sudut bibir yang tertarik ke atas perlahan mendatar. Tanpa sadar mata pun kian membengkak. Benar. Aku memang cengeng, tetapi di hadapanku sendiri. Menampakkan diri seolah tak ada apa-apa sudah menjadi kebiasaan. Aku pembohong yang ulung, bukan?

   Lambat laun, aku tersadar. Aku tak bisa berlama-lama. Mau bagaimanapun, hidup tetap harus berjalan.

***

    "Lo hebat," ucap salah satu temanku "Dan yang paling penting dari semuanya adalah diri lo sendiri." lanjutnya.

Satu hal yang harus digarisbawahi, bahwa yang kubutuhkan hanyalah dukungan.

    Kala itu—tepatnya pukul tujuh malam—aku dan keempat temanku singgah di salah satu coffee shop. Memang tak mudah. Perlahan-lahan sampai air mataku mengalir begitu saja. Kulihat temanku yang lain ada yang larut, ikut mengucurkan air matanya. Sudah. Aku tak peduli lagi sekitar. Bahkan, di saat yang lain singgah untuk sekadar hangout bersama teman atau pacarnya. Sedang aku, melemah di hadapan teman-temanku. Tidak. Itu tidak benar. Aku hanya mengeluarkan apa-apa yang ingin aku ceritakan. Pun tak seutuhnya. Tapi setidaknya legaku bertambah.

   Lantas tak henti-hentinya kuucap syukur sekarang. Dengan semua yang telah terjadi, aku masih diberi hidup dan sehat. Mungkin, aku ditakdirkan lebih awal untuk ada dalam teguran-Nya.

     Aku. Belajar.

     Belajar menjadi wanita yang lebih kuat.
     Belajar untuk jangan pernah sekali 
     pun memaksakan kehendak.
     Belajar untuk memandang segala 
     sesuatu hal dari sudut yang lain.
     Belajar bahwa segala urusan 
     pasti ada campur tangan-Nya.

   Kadang kita terlalu sibuk merancang sedemikian indahnya cerita. Tanpa sadar bahwa Tuhan dan semesta sedang menyiapkan skenario terbaik dan rencana-rencana yang di luar kendali kita.

Ah, dan ya, aku pun tak tahu apa yang akan terjadi lima hingga sepuluh tahun kedepan.

Entahlah..


Ada Banyak Hal yang Terjadi

   Waktu tak terasa berjalan begitu cepat, banyak hal yang tak pernah dibayangkan sebelumnya terjadi begitu saja. Namun, Tuhan, hingga detik...